Rabu, 03 September 2008

Menciptakan Iklim Qurani

Ahmad Slamet Ibnu Syam

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Umm Durman Cabang Damaskus

Bulan Ramadhan sudah di ambang pintu. Bulan yang dinanti-nanti umat Islam sedunia. Bulan suci yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Bulan diturunkannya Alquran, mukjizat teragung Nabi Muhammad SAW. Alquran diturunkan pada salah satu malam Ramadhan. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ialah lailatul qadr. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan (lailatul qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al-Qadr [97]: 1-3)

Allah SWT menurunkan Alquran sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. ''Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).'' (QS Albaqarah [2]: 185). Namun, sudahkah umat Islam yang meyakini dan mengaku berkitab suci Alquran menjadikannya sebagai pedoman hidup?

Fenomena hijrahnya sebagian umat Islam dari Alquran menuju fatamorgana kenikmatan duniawi adalah fenomena yang cukup memprihatinkan. Begitu juga fenomena menjadikan Alquran hanya sebatas bacaan ritual pada momen-momen tertentu. Tak kalah memprihatinkannya ketika Alquran hanya dijadikan pajangan, tidak dibaca, dihafal, dikaji, dan ditelaah. 

Menyinggung tentang hal ini salah seorang sosiolog Muslim ternama, Dr Ali Syariati menyatakan: ''Musuh-musuh Islam berhasil membawa berbagai perubahan dengan cara menerapkan kebijakan yang khusus. Buku doa dibawa dari pekuburan ke kota, sedangkan Alquran dijauhkan dari warga kota dan diberikan kepada orang-orang di pekuburan yang membacanya untuk roh-roh orang mati. Pendekatan serupa diterapkan di sekolah-sekolah agama (madrasah).'' Alquran disita dari tangan murid-murid yang mengkaji Islam lalu disimpan di rak-rak. Kedudukannya digantikan oleh buku-buku yang membahas berbagai prinsip dan filsafat.

Fenomena yang diungkapkan oleh Syariati di atas benar-benar terjadi saat ini di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan usaha bersama umat Islam Indonesia, khususnya para pemimpin dan ulamanya untuk menciptakan iklim Qurani serta mengembalikan posisi Alquran sebagai petunjuk, panutan, dan pedoman.Tak dapat dimungkiri bahwa kejayaan umat Islam pada masa lampau disebabkan keberpegangteguhan mereka terhadap Alquran sebagai pedoman hidup. Maka dari itu musuh-musuh Islam berusaha menjauhkan Alquran dari kehidupan umat Islam kontemporer agar kejayaan umat Islam pada masa lampau tidak dapat terulang lagi. 

Iklim Qurani di Suriah
Di Suriah usaha untuk menciptakan iklim Qurani selalu dilakukan mulai dari kalangan proletar sampai kalangan atas. Ulama dan umara' di Suriah bekerja sama menciptakan iklim Qurani tersebut walaupun lebih banyak usaha dan inisiatif para ulamanya serta masyarakatnya dibanding umara-nya.

Di antara usaha-usaha tersebut adalah pengadaan pesantren-pesantren hafalan Alquran di masjid-masjid yang terdapat di seantero Suriah bagi anak-anak usia sekolah sepanjang tahun dan khususnya saat liburan musim panas selama tiga bulan. Seluruh pesantren dalam pengawasan Kementerian Wakaf Suriah atau setingkat dengan Departemen Agama di Indonesia.Sejak kecil anak-anak umat Islam di Suriah sudah diajarkan dan dibiasakan untuk mencintai, membaca, menghafal dan mengkaji Alquran sehingga iklim Qurani sudah diciptakan sejak usia dini. Untuk mengikuti salah satu pesantren tersebut para peserta didik tidak dipungut biaya. Bahkan, akan mendapatkan fasilitas dan hal-hal yang menarik.

Banyak cara pengurus pesantren-pesantren di setiap kampung dan wilayah di Suriah untuk menarik minat dan perhatian anak-anak agar mengikuti pesantrennya. Di antaranya mengadakan rekreasi ke taman bermain, kolam renang atau pantai bagi para peserta didiknya sepekan sekali. Ditambah dengan pengadaan hadiah-hadiah menarik bagi para peserta didik yang berprestasi.

Prestasi-prestasi tersebut meliputi yang paling banyak hafalan Alquran yang terbagus bacaan tajwidnya, yang paling rajin shalat jamaahnya, dan lain-lain. Dengan iming-iming itu, anak-anak umat Islam yang berusia sekolah di Suriah lebih senang menghabiskan liburannya di masjid-masjid untuk mengikuti pesantren-pesantren hafalan Alquran dibandingkan bermain di jalan atau di pasar.

Meski namanya Ma'had Tahfidz al-Qur'an (Pesantren Hafalan Alquran), materi-materi yang diberikan tidak hanya tentang Alquran. Memang materi intinya adalah hafalan Alquran, tetapi diajarkan juga ilmu-ilmu Islam yang lain, seperti hadis, tafsir, fikih, dan akhlak.Selain manfaatnya berpulang bagi umat Islam sendiri, pengadaan pesantren hafalan Alquran seperti ini banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sosial di Suriah. Di antaranya meminimalkan kriminalitas dan ketimpangan-ketimpangan sosial, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan.

Hal itu disebabkan kebanyakan anak dan pemuda di Suriah pada masa-masa kosongnya (liburan sekolah) dan bahkan pada masa-masa sekolah pun lebih banyak berkumpul di masjid dibanding di jalan-jalan, di tempat-tempat bermain, di pasar-pasar, atau di mal-mal seperti di Indonesia. Mereka lebih banyak membaca Alquran ketimbang membaca buku-buku yang dapat merusak moralitas.

Seperti dikatakan dalam salah satu pepatah Arab: "Sesungguhnya masa muda, masa kosong dan keluasan harta benar-benar dapat merusak diri seseorang." Tentu maksudnya jika tidak difungsikan dengan baik. Namun, jika difungsikan dengan baik maka akan menghasilkan hal-hal yang dahsyat yang dapat bermanfaat bagi umat manusia. Akankah orang-orang tua Muslim Indonesia yang memiliki anak-anak dan pemuda menyadari akan hal ini? 

(-)

Tidak ada komentar: